Selasa, 26 Mei 2009

Di internet saat ini tengah dibanjiri tulisan yang membahas prediksi suku Maya yang pernah hidup di selatan Meksiko atau Guatemala tentang kiamat yang bakal terjadi pada 21 Desember 2012. Di luar ramalan suku Maya yang belum diketahui dasar perhitungannya, menurut Deputi Bidang Sains Pengkajian dan Informasi Kedirgantaraan, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Bambang S Tedjasukmana, fenomena yang dapat diprakirakan kemunculannya pada sekitar tahun 2011-2012 adalah badai Matahari.

Prediksi ini berdasarkan pemantauan pusat pemantau cuaca antariksa di beberapa negara sejak tahun 1960-an dan di Indonesia oleh Lapan sejak tahun 1975.

Dijelaskan, Sri Kaloka, Kepala Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa Lapan, badai Matahari terjadi ketika muncul flare dan Coronal Mass Ejection (CME). Flare adalah ledakan besar di atmosfer Matahari yang dayanya setara dengan 66 juta kali ledakan bom atom Hiroshima. Adapun CME merupakan ledakan sangat besar yang menyebabkan lontaran partikel berkecepatan 400 kilometer per detik.

Gangguan cuaca Matahari ini dapat memengaruhi kondisi muatan antariksa hingga memengaruhi magnet Bumi, selanjutnya berdampak pada sistem kelistrikan, transportasi yang mengandalkan satelit navigasi global positioning system (GPS) dan sistem komunikasi yang menggunakan satelit komunikasi dan gelombang frekuensi tinggi (HF), serta dapat membahayakan kehidupan atau kesehatan manusia. ”Karena gangguan magnet Bumi, pengguna alat pacu jantung dapat mengalami gangguan yang berarti,” ujar Sri.

Langkah antisipatif

Dari Matahari, miliaran partikel elektron sampai ke lapisan ionosfer Bumi dalam waktu empat hari, jelas Jiyo Harjosuwito, Kepala Kelompok Peneliti Ionosfer dan Propagasi Gelombang Radio. Dampak dari serbuan partikel elektron itu di kutub magnet Bumi berlangsung selama beberapa hari. Selama waktu itu dapat dilakukan langkah antisipatif untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan.

Mengantisipasi munculnya badai antariksa itu, lanjut Bambang, Lapan tengah membangun pusat sistem pemantau cuaca antariksa terpadu di Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa Lapan Bandung. Obyek yang dipantau antara lain lapisan ionosfer dan geomagnetik, serta gelombang radio. Sistem ini akan beroperasi penuh pada Januari 2009 mendatang.

Langkah antisipatif yang telah dilakukan Lapan adalah menghubungi pihak-pihak yang mungkin akan terkena dampak dari munculnya badai antariksa, yaitu Dephankam, TNI, Dephub, PLN, dan Depkominfo, serta pemerintah daerah. Saat ini pelatihan bagi aparat pemda yang mengoperasikan radio HF telah dilakukan sejak lama, kini telah ada sekitar 500 orang yang terlatih menghadapi gangguan sinyal radio.

Bambang mengimbau PLN agar melakukan langkah antisipatif dengan melakukan pemadaman sistem kelistrikan agar tidak terjadi dampak yang lebih buruk. Untuk itu, sosialisasi harus dilakukan pada masyarakat bila langkah itu akan diambil.

Selain itu, penerbangan dan pelayaran yang mengandalkan satelit GPS sebagai sistem navigasi hendaknya menggunakan sistem manual ketika badai antariksa terjadi, dalam memandu tinggal landas atau pendaratan pesawat terbang.

Perubahan densitas elektron akibat cuaca antariksa, jelas peneliti dari PPSA Lapan, Effendi, dapat mengubah kecepatan gelombang radio ketika melewati ionosfer sehingga menimbulkan delai propagasi pada sinyal GPS.

Perubahan ini mengakibatkan penyimpangan pada penentuan jarak dan posisi. Selain itu, komponen mikroelektronika pada satelit navigasi dan komunikasi akan mengalami kerusakan sehingga mengalami percepatan masa pakai, sehingga bisa tak berfungsi lagi.

Saat ini Lapan telah mengembangkan pemodelan perencanaan penggunaan frekuensi untuk menghadapi gangguan tersebut untuk komunikasi radio HF. ”Saat ini tengah dipersiapkan pemodelan yang sama untuk bidang navigasi,” tutur Bambang.

http://jpl.nasa.gov/images/spitzer/20090422/blob-browse.jpg

Sebuah obyek misterius terekam nun jauh di luar angkasa. Para astronom menyebutnya sebagai gelembung primordial yang diberi nama Himiko, diambil dari nama ratu Kerajaan Jepang kuno yang juga sama misteriusnya.

Disebut demikian karena obyek raksasa tersebut terbentuk tak lama setelah alam semesta terbentuk yang diawali dengan Ledakan Besar (Big Bang). Ukurannya sangat besar, berupa gas yang massanya 40 miliar kali massa matahari dan berdiameter setengah kali Galaksi Bima Sakti.

Usianya pun sangat tua sekitar 12,9 miliar tahun cahaya (tahun cahaya setara dengan 9,5 triliun kilometer). Struktur Himiko yang belum terungkap bisa memberi gambaran awal pembentukan galaksi saat alam semesta masih sangat muda dan baru berusia sekitar 800 juta tahun.

“Saya belum pernah mendengar obyek sejenis lainnya yang terbentuk pada jarak sejauh ini,” ujar Masami Ouchi, peneliti dari Carnegie Institution, California, AS. Obyek tersebut mungkin mirip gelembung Lyman-Alpha yang terbentuk antara 2-3 miliar tahun.

Himiko terbentuk di akhir epos reionisasi yang berlangsung antara 200 juta dan satu miliar tahun sejak Big Bang. Saat itu, alam semesta baru saja lahir dan baru membentuk bintang-bintang dan galaksi.

Bentuknya yang seperti gelembung mungkin berupa gas terionisasi yang mengelilingi lubang hitam raksasa supermasif atau kumpulan gas dingin. Namun, bisa jadi Himiko merupakan hasil tabrakan dua galaksi muda yang menyatu, galaksi tunggal raksasa, atau lokasi pembentukan bintang yang sangat aktif.

Himiko pertama kali terekam menggunakan teleskop Subaru di Hawaii tahun 2007. Ouchi dan timnya kemudian melakukan pengamatan lebih seksama menggunakan instrument spektrografi Keck/DEIMOS dan Magellan/IMACS. Dari pengamatan tersebut, terdeteksi kandungan hidrogen terionisasi, jarak, dan umur obyek misterius tersebut.

“Kami berencana melakukan pengamatan inframerah dengan teleskop ruang angkasa Hubble untuk memastikan, apakah ada ciri-ciri penggabungan obyek-obyek atau tidak,” ujar Ouchi. Namun, hal tersebut baru dapat dilakukan seusai Hubble diperbaiki dalam misi penerbangan pesawat ulang alik Atlantis yang dijadwalkan bulan depan.

http://www.telegraph.co.uk/telegraph/multimedia/archive/01384/lunar_oasis_1384907c.jpg

Sesuatu hal yang mustahil dilakukan jika bercocok tanam dilakukan di luar angkasa yang mempunyai kadar udara yang tipis. Namun, peneliti dari Amerika Serikat (AS) berhasil mewujudkan itu semua.

Adalah perusahaan Paragon Space Development Coorporation yang bekerjasama dengan NASA menciptakan sebuah alat yang dapat membuat tanaman bisa berkembang, meski dalam keadaan udara, air, dan matahari yang sedikit.

Alat berbentuk tabung yang disebut dengan Lunar Oasis tersebut, tengah diuji cobakan dengan menanam sebuah bunga. Hingga saat ini, bunga yang ditanam dalam sebuah tabung itu, sukses tumbuh dan berkembang. Demikian yang dilansir AFP, Kamis (16/4/2009).

Jika memang mampu mengembangkan dalam jumlah yang sangat besar, para ilmuwan berharap suatu saat astronot dapat menanam sayuran dan buah-buahan segar di Bulan, layaknya sedang berada di Bumi. “Penelitian ini memakan waktu lama untuk mendapatkan hasil terpadu, yang efisien serta handal,” ungkap Presiden Paragon Jane Poynter.
Baik Paragon dan NASA, Lunar Oasis baru benar-benar bisa diterbangkan ke antarikasa jika memang sudah sempurna. Dan mereka memperkirakan Lunar Oasis akan terbang ke luar angkasa, paling cepat pada tahun 2012 mendatang.

http://file2shared.files.wordpress.com/2009/05/bintang-mutiara.jpg?w=298&h=225


Supernova yang diberi nama 1987A tersebut sudah diketahui sejak dua dekade lalu. Namun, bentuknya yang unik tersebut baru terungkap setelah dipotret Hubble pada Desember 2006 lalu.

Di bagian dalam lingkaran berwarna merah muda mungkin materi yang tertinggal saat ledakan dahsyat terjadi. Sementara bagian yang menyala terang di sekelilingnya merupakan lapisan terluar materi yang dipancarkan bintang saat memasuki masa-masa sekarat.

Saat bintang kehabisan energi, terjadi ledakan raksasa dan menghasilkan gelombang kejut yang memanaskan bagian terluar materi tersebut. Hal inilah yang membuat lingkaran terluar menyala terang. Uniknya, bagian terluar yang berpendar membentuk bulatan-bulatan mirip mutiara.



Sumber: file2shared.files.wordpress.com

http://file2shared.files.wordpress.com/2009/05/bintang-tanda-tanya.jpg?w=298&h=225

Teleskop ini menunjukkan sekelompok kumpulan bintang yang beriteraksi satu dengan lain. Gambar tersebut dikeluarkan untuk memperingati 19 tahun peluncuran Hubble.

Pancuran kosmik bintang, gas, serta debu tersebut disebut oleh Badan Antariksa AS (NASA) sistem Arp 194. Cahaya oranye pada bagian atas diyakini sebagai hamparan galaksi yang berada pada proses menyatu dalam satu himpunan kelompok bintang.

Pada bagian bawah kumpulan bintang, terdapat daerah dengan warna biru cerah yang merupakan arus klaster bintang ’super’. Klaster ini disebut NASA sebagai pancuran kumpulan bintang muda. Gambar berupa ‘titik’ di bagian paling bawah dari wujud kumpulan bintang yang menyerupai tanda tanya itu merupakan galaksi spiral tunggal.

Sejak diluncurkan pada 25 April 1990, Hubble telah melakukan lebih dari 880.000 observasi dan mendokumentasikan 570.000 gambar lebih dari 29.000 obyek ruang angkasa. Posisi Hubble di luar atmosfer bumi memungkinkannya mengabadikan gambar hampir tanpa ada gangguan pencahayaan.

Bulan depan, pesawat ulang-alik ruang angkasa Atlantis yang mengangkut perlengkapan mekanik diluncurkan untuk mengadakan perawatan Hubble yang masih dioperasikan hingga 5 tahun mendatang. Pengganti Hubble, James Webb, baru diluncurkan pada 2013.

Sumber: file2shared.wordpress.com

http://majalahsekolah.files.wordpress.com/2009/05/0809244p.jpg?w=298&h=225

Satelit Swift milik Badan Penerbangan dan Antariksa AS (NASA) merekam obyek tertua dan terjauh yang berhasil terekam sejauh ini. Obyek tersebut berupa ledakan energi dari sebuah bintang yang mati.

Keberadaan obyek tersebut terdeteksi pertama kali pada 23 April lalu. Swift merekam pancaran sinar gamma yang diperkirakan dari ledakan yang menghasilkan radiasi tinggi.

Stasiun Bumi kemudian diarahkan untuk mengamati cahaya pendar di sekitarnya yang terbentuk sebagai hasil radiasi. Ledakan tersebut hanya berlangsung sekitar 10 detik dan terjadi pada 630 juta tahun sejak alam semesta diperkirakan terbentuk.

Hasil perhitungan menunjukkan cahaya pendar yang terekam telah menjelajahi antariksa selama 13,1 miliar tahun cahaya hingga terekam saat ini. Usia obyek tersebut lebih tua dari rekor obyek tertua sebelumnya, 100-200 ratus juta tahun.

Pakar astrofisika NASA, Neil Gehrels, menyatakan, ledakan bintang mati tersebut akan menghasilkan lubang hitam. Umur bintang itu sendiri diperkirakan sejuta tahun dan ukurannya 30 kali Matahari saat meledak.
WAH
Sumber : AP

Majalah New Scientist Inggris melaporkan, astronom Italia percaya bahwa planet di luar sistem tata surya, telah melihat tanda-tanda adanya air, ini adalah temuan penting yang menciptakan hal baru.

Lembaga riset dari Cosmowetche, pusat penelitian ilmiah planet dan alam semesta Roma menggunakan sebuah teleskop radio yang berukuran 32 meter di sekitar Bologna, mencari fenomena radioaktivitas gelombang mikro yang menurut prediksi akan ada sistem bintang atau yang disebut 17 bintang dari awan kosmos. Hasilnya menemukan ada 3 sistem bintang yang sangat jauh bisa menghasilkan radioaktivitas ini.

Ketiga bintang ini, berada di sekitar Andromeda yang jaraknya dengan bumi kurang lebih 50 tahun cahaya, adalah terbentuk dari gas yang tiada henti berkeliling, tidak sama dengan susunan bebatuan bumi. Dua planet yang jarak peredarannya lebih dekat dengan bumi, satelit yang mengelilinginya mempunyai tanda-tanda adanya air. Dua planet tersebut, yang satu adalah Epsilon Eridani yang jaraknya 10 tahun cahaya dengan bumi, dan bintang pendek merah Lalande 21185 yang jaraknya 8 tahun cahaya dengan bumi.

Astronom yang khusus meneliti planet di luar sistem tata surya, menyatakan dengan seksama dan optimis terhadap hasil penelitian Cosmowetche tersebut di atas. Marxy dari Universitas California, mengatakan bahwa jika hasil ini nyata, maka benar-benar membuat orang terkejut.(erabaru.or.id)

http://images.astronet.ru/pubd/2000/12/21/0001163950/arcadenov9_trace.jpg

Perlu disadari bahwa selain mengalirkan energi bersih yang berlimpah bagi kehidupan di Bumi, Matahari juga memancarkan gangguan-gangguan ke ruang antarplanet di sekitarnya dalam bentuk badai antariksa. Dengan ilmu pengetahuan dan teknologi modern saat ini, munculnya sumber gangguan di Matahari tersebut sebagian dapat diperkirakan dengan teliti.

Untuk memprediksi munculnya badai antariksa, pemantauan Matahari selama 24 jam perlu dilakukan, baik melalui observatorium Matahari di muka Bumi maupun dengan satelit ilmiah dan pesawat angkasa tak berawak, seperti satelit seri GOES, Yohkoh, dan SOHO (Solar and Heliospheric Observatory). Kegiatan-kegiatan itu merupakan bagian dari kegiatan program internasional yang disebut cuaca antariksa (space weather).

Bila di Bumi dikenal suatu fenomena yang disebut Lubang Ozon, di Matahari sejak lama telah diketahui adanya fenomena yang disebut Lubang Korona (coronal hole). Korona adalah lapisan Matahari paling luar. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan disimpulkan bahwa pemunculan lubang korona di ekuator Matahari ada kaitannya dengan peristiwa terjadinya badai antariksa.

Karena itulah, para peneliti fisika Matahari dan para praktisi dalam bidang cuaca antariksa mengupayakan fenomena pemunculan lubang korona dipantau secara terus-menerus. Salah satunya adalah dengan menempatkan pesawat SOHO di titik stabil pada garis hubung Matahari-Bumi sejauh 1,5 juta km dari Bumi.

Telah diketahui bahwa Matahari senantiasa meniupkan “angin Matahari” ke ruang antarplanet. Dalam keadaan normal, kecepatan angin Matahari berkisar 300-400 km/detik. Namun, pada 18 Februari 2003 pukul 08:00 UT (Universal Time) lalu, kecepatan angin Matahari di sekitar Bumi mendadak melonjak dari 640 km/detik hingga mendekati 1.000 km/detik dalam waktu singkat. Ini merupakan pertanda telah terjadi badai antariksa. Apakah sumber penyebab badai antariksa?
Tertarik untuk menguak misteri peristiwa itu, penulis mencoba melakukan analisa citra satelit SOHO yang diambil dalam beberapa hari sebelum kejadian badai antariksa. Ternyata, pada tanggal 13 Februari, suatu lubang korona di daerah ekuator sedang melintas di titik tengah Matahari.

Karena Matahari berotasi sebesar 14 derajat/hari, maka lubang korona itu mencapai “posisi efektif” sekitar 2-3 hari kemudian. Posisi efektif diartikan sebagai posisi yang mudah mengganggu lingkungan Bumi.
Pada posisi efektif ini, garis- garis medan magnet dari lubang korona menembus ruang antarplanet dan tepat terhubung dengan posisi Bumi. Garis-garis medan magnet berbentuk seperti spiral ini berperilaku bagaikan “jalan bebas hambatan”, sehingga materi dari lubang korona dapat dengan mudah mengalir ke arah Bumi.
Dari pengamatan diketahui bahwa lubang korona memancarkan materi ke ruang antarplanet dengan kerapatan rendah. Oleh medan magnet Matahari, materi ini terus-menerus diarahkan dan dipercepat sehingga kecepatannya pada posisi Bumi mencapai 1.000 km/detik. Suatu kecepatan yang luar biasa.

Telah diketahui bahwa jarak lurus Matahari-Bumi kurang lebih 150 juta km. Dengan memperhatikan kelengkungan lintasan materi dari lubang korona ke posisi Bumi dan kecepatan angin Matahari berubah dari 640 km/detik menjadi 1.000 km/detik, maka dapat diperkirakan materi dipancarkan dari lubang korona 2-3 hari sebelum badai antariksa.
Dari analisa data SOHO dan GOES-14 diketahui bahwa beberapa hari sebelum peristiwa badai antariksa tidak terjadi adanya ledakan dahsyat di Matahari. Hal ini perlu dikonfirmasi ulang dengan data lain.

Penulis telah menghubungi Dr Maki Akioka dari Hiraiso Solar Observatory, Communications Research Laboratory, Jepang, untuk mengirimkan data Matahari beberapa hari sebelum badai terjadi.

Dari data tersebut terbukti lagi bahwa memang tidak terjadi suatu ledakan dahsyat di Matahari dalam kurun waktu yang dimaksud. Jadi dapat disimpulkan bahwa lubang korona ekuator adalah penyebab terjadinya badai antariksa pada 18 Februari, yang ditandai dengan peningkatan kecepatan angin Matahari secara drastis sementara kerapatan materinya menurun. Lubang korona di kutub-kutub Matahari tidak mempengaruhi lingkungan Bumi.
Matahari berputar pada porosnya sekali dalam 27 hari. Sering kali bentuk korona secara global tidak banyak berubah dalam satu atau lebih rotasi Matahari. Dengan berpedoman pada perilaku ini, tidak sulit memprediksi pemunculan suatu lubang korona pada rotasi berikutnya.

Kini masyarakat dunia dapat mengakses prediksi cuaca antariksa yang diterbitkan setiap hari melalui situs-situs web yang dikelola oleh beberapa badan dunia seperti NOAA di Amerika Serikat, CRL (Communications Research Laboratory) di Jepang, serta institusi- institusi serupa yang berlokasi di Beijing (Cina), Meudon (Perancis), dan Melbourne (Australia).
Dalam kaitannya dengan cuaca antariksa, Observatorium Matahari Watukosek mempunyai komitmen kuat untuk turut serta dalam kegiatan internasional tersebut. Kegiatan yang telah berlangsung sejak tahun 1987 adalah pengamatan “bintik Matahari” dan menentukan tingkat aktivitas Matahari yang hasilnya ditampilkan pada situs web (http://sby.centrin.net.id/~bsetia/).

Menurut kelompok penelitian Fisika Matahari Watukosek, Observatorium Matahari Watukosek mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai observatorium peringatan dini cuaca antariksa satu- satunya di ASEAN dalam 10 tahun mendatang. Karena itu, kerja sama dengan swasta, seperti operator satelit, para surveyor geomagnet, dan pemerintah daerah, perlu dirintis.

Dr Bachtiar Anwar Staf Peneliti LAPAN-Watukosek



Sumber: penapenjelajah.wordpress.com

http://spektrumku.files.wordpress.com/2009/05/tabrakan_galaksi.jpg?w=300&h=240

Ya…. itulah menurut para ahli astronomi. Galaksi kita (bima sakti) akan bertabrakan dengan galaksi terdekat kita, Andromeda, yang berada 2.000.000 tahun cahaya dari galaksi kita. Namun tentu kejadiannya masih lama yaitu sekitar 3 milyar tahun dari sekarang jadi kita tidak perlu khawatir. Ya, walaupun menurut para ahli alam semesta ini terus mengembang (berekspansi), galaksi-galaksi semestinya saling menjauhi satu sama lain namun dalam beberapa kasus gaya gravitasi antargalaksi jauh lebih kuat daripada ekspansi tersebut yang menyebabkan galaksi-galaksi akan bertabrakan, contohnya seperti galaksi kita dan galaksi andromeda ini 3 milyar tahun mendatang.

Nah, apa yang terjadi jika nanti kedua galaksi tersebut bertabrakan? Kiamatkah? Menurut para ahli walaupun galaksi bertabrakan tetapi kemungkinan besar tidak akan terjadi ‘kiamat’ karena bintang-bintang dan planet-planet di dalamnya tidak ikut bertabrakan. Jadi selamatlah matahari kita. Kenapa? Karena sebenarnya di antara bintang-bintang di dalam galaksi-galaksi tersebut terdapat ruang hampa yang maha luas sehingga kemungkinan bintang-bintang (dan planet-planetnya) untuk bertubrukan sangatlah kecil walaupun di sebuah galaksi terdapat milyaran bintang. Analoginya seperti ini, di sebuah padang rumput yang luas, ada sekelompok yang terdiri dari 5 orang yang ingin menerbangkan pesawat dari kertas lalu kira-kira 100 meter dari mereka ada sekelompok lain yang juga terdiri dari 5 orang yang juga ingin menerbangkan pesawat dari kertas. Nah, jikalau kesepuluh orang dari kedua kelompok ini sama-sama menerbangkan pesawat kertasnya dalam waktu bersamaan kecil kemungkinan bagi pesawat-pesawat kertas dari kedua kelompok ini akan bertabrakan, karena mereka dipisahkan oleh jarak yang luas. Begitu pula dengan bintang-bintang yang ada di dalam galaksi tersebut kemungkinan bertabrakan sangat kecil karena di antara bintang-bintang tersebut sebenarnya terhampar ruang hampa yang sangat luas. Bahkan ketika kedua galaksi bertabrakan, kemungkinan tabrakan bintang-bintang di dalam galaksi-galaksi tersebut jauh lebih kecil dibandingkan kemungkinan bertabrakannya pesawat-pesawat kertas dari kedua kelompok orang di padang rumput yang luas pada contoh di atas.

Lantas apa yang terjadi jika kedua galaksi yang bertabrakan? Yang terjadi adalah kedua galaksi melebur menjadi satu dan membentuk sebuah galaksi baru…….

Catatan:

Jikalau 1 detik cahaya = 300.000 kilometer, maka 2.000.000 tahun cahaya kira-kira sama dengan 19.000.000.000.000.000.000 kilometer. Tidak sulit untuk menghitungnya.

Sumber: spektrumku.wordpress.com

Menurut teori Big Bang, segala sesuatu berawal dari ledakan satu titik tunggal berkerapatan tak terhingga dan bervolume nol. Seiring dengan berjalannya waktu, ruang angkasa mengembang dan ruang yang memisahkan antara benda-benda langit pun mengembang.

Melalui dua proyek besar pemetaan galaksi yang dilakukan hingga kini, para ilmuwan telah membuat penemuan yang memberikan dukungan sangat penting bagi teori “Big Bang”. Hasil penelitian tersebut disampaikan pada pertemuan musim dingin American Astronomical Society.

Luasnya penyebaran galaksi-galaksi dinilai oleh para astrofisikawan sebagai salah satu warisan terpenting dari tahap-tahap awal alam semesta yang masih ada hingga saat ini. Oleh karenanya, adalah mungkin untuk mengacu pada informasi tentang penyebaran dan letak galaksi-galaksi sebagai “sebuah jendela yang membuka pengetahuan tentang sejarah alam semesta.”

Dalam penelitian mereka yang berlangsung beberapa tahun, dua kelompok peneliti yang berbeda, yang terdiri dari ilmuwan Inggris, Australia dan Amerika, berhasil membuat peta tiga dimensi dari sekitar 266.000 galaksi. Para ilmuwan tersebut membandingkan data tentang penyebaran galaksi yang mereka kumpulkan dengan data dari Cosmic Background Radiation [Radiasi Latar Alam Semesta] yang dipancarkan ke segenap penjuru alam semesta, dan membuat penemuan penting berkenaan dengan asal usul galaksi-galaksi. Para peneliti yang mengkaji data tersebut menyimpulkan bahwa galaksi-galaksi terbentuk pada materi yang terbentuk 350.000 tahun setelah peristiwa Big Bang, di mana materi ini saling bertemu dan mengumpul, dan kemudian mendapatkan bentuknya akibat pengaruh gaya gravitasi.


Menurut teori Big Bang, segala sesuatu berawal dari ledakan satu titik tunggal berkerapatan tak terhingga dan bervolume nol. Seiring dengan berjalannya waktu, ruang angkasa mengembang dan ruang yang memisahkan antara benda-benda langit pun mengembang.

Penemuan tersebut membenarkan teori Big Bang, yang menyatakan bahwa jagat raya berawal dari ledakan satu titik tunggal bervolume nol dan berkerapatan tak terhingga yang terjadi sekitar 14 miliar tahun lalu. Teori ini terus-menerus dibuktikan kebenarannya melalui sejumlah pengkajian yang terdiri dari puluhan tahun pengamatan astronomi, dan berdiri tegar tak terkalahkan di atas pijakan yang teramat kokoh. Big Bang diterima oleh sebagian besar astrofisikawan masa kini, dan menjadi bukti ilmiah yang membenarkan kenyataan bahwa Allah telah menciptakan alam semesta dari ketiadaan.


Dalam penelitiannya selama sepuluh tahun, Observatorium Anglo-Australia di negara bagian New South Wales, Australia, menentukan letak 221.000 galaksi di jagat raya dengan menggunakan teknik pemetaan tiga dimensi. Pemetaan ini, yang dilakukan dengan bantuan teleskop bergaris tengah 3,9 meter pada menara observatorium itu, hampir sepuluh kali lebih besar dari penelitian serupa sebelumnya.(1) Di bawah pimpinan Dr. Matthew Colless, kepala observatorium tersebut, kelompok ilmuwan ini pertama-tama menentukan letak dan jarak antar-galaksi. Lalu mereka membuat model penyebaran galaksi-galaksi dan mempelajari variasi-variasi teramat kecil dalam model ini secara amat rinci. Para ilmuwan tersebut mengajukan hasil penelitian mereka untuk diterbitkan dalam jurnal Monthly Notices of the Royal Astronomical Society [Warta Bulanan Masyarakat Astronomi Kerajaan].

Sumber :info.anu.edu.au

Hari memang punya nama, dan kita juga pingin beri nama hari yakni Hari Arah Kiblat. Hari Arah Kiblat adalah hari dimana ada saat untuk menentukan arah kiblat. Dan hari itu ada, yakni pada tanggal 28 Mei jam 12:18 waktu Mekkah, dan 16 Juli jam 12:26 waktu Mekkah, setiap tahunnya, kecuali pada tahun kabisat dikurangi satu hari.

CASA, sebagai bagian dari sebuah institusi besar yang bernafaskan Islam; seiring dengan semakin bertambahnya khazanah tentang ilmu Falak, khususnya arah kiblat, maka sebagai bentuk kecintaan dunia – akhirat kepada almamater tercinta PPMI Assalaam; berikut kami sajikan Hisab (Perhitungan) dan Rukyah (Observasi) arah kiblat Masjid Jami’ PPMI Assalaam:

Data berikut terakhir telah diverifikasi ulang pada Mei 2009:

Data Astronomis Masjid PPMI Assalaam:

  1. Lintang = 7° 45′ 30” LS, karena Selatan maka tanda (-) Lat = -7° 33′ 08”
  2. Bujur = 110° 29′ 47” BT, karena Timur maka tanda (+) Lon = +110° 46′ 41”

Data Geografis Masjid PPMI Assalaam:

  1. Desa Gonilan
  2. Kecamatan Kartasura
  3. Kabupaten Sukoharjo

Azimuth Arah Kiblat Masjid PPMI Assalaam: Slide 2

tan Q
= [cos] [-][7o 33’ 8”] x [tan] [21o 25’ 21.07”] _ [sin] [-] [7o 33’ 8”] .
[sin] [110o 46’ 41”- 39o 49’ 34”] [tan] [110o 46’ 41”- 39o 49’ 34”]
= [cos] [-][7o 33’ 8”] x [tan] [21o 25’ 21.07”] _ [sin] [-] [7o 33’ 8”] .
[sin] [70o 57’ 7”] [tan] [70o 57’ 7”]
= 0o 59’ 28.77” x 0o 23’ 32.46” - - 0o 7’ 53.15”
0o 56’ 42.88” 2o 53’ 46.74”
= ( 0o 23’ 20.21” / 0o 56’ 42.88” ) – – 0o 2’ 43.36” == 0o 24’ 41.32” + 0o 2’ 43.36”
= 0o 27’ 24.68”
tan Q = 0o 27’ 24.68”
Q = arc tan 0o 27’ 24.68” == [shift] [tan] [0o 27’ 24.68”] === 24o 33’ 12.79”
Jadi Arah Kiblat Masjid PPMI Assalaam (dari BARAT sejati) adalah:
24o 33’ 12.79”

ATAU

Arah Kiblat Masjid PPMI Assalaam (dari UTARA sejati) adalah:

65o 26’ 47.21”

Rukyah Kiblat Masjid PPMI Assalaam:

Berikut detail hasil rukyah satelit Masjid PPMI Assalaam

Nih, hasil observasi CASA

Nih, hasil observasi CASA

PoserPoint Hisab Rukyah Masjid PPMI Assalaam:

Mau download versi PPT nya di [ Hisab Rukyah Kiblat Assalaam ] ini.

Istiwa’ A’dhom:

Istiwa’ A’dhom adalah saat Matahari tepat melintas di atas koordinat Ka’bah. Inilah moment menentukan kiblat dengan mudah. Kapan? Nah, selama setahun ada dua kali. Tanggal 28 Mei dan 16 Juli.

Untuk tahun kabisat seperti tahun 2008 yang lalu, maka tanggal-tangal tersebut diajukan sehari, yakni menjadi tanggal 27 Mei 2008 jam 16:18 WIB dan 15 Juli 2008 jam 16:27 WIB.

Untuk tahun 2009, maka Hari Arah Kiblat akan jatuh pada 28 Mei 2009 dan 16 Juli 2009. Tepat, pada hari/tanggal ini, ummat Islam akan menemukan cara yang amat mudah untuk menentukan atau melakukan revisi terhadap arah kiblat.

Hari Arah Qiblat by CASA

Hari Arah Qiblat by CASA

Inilah hikmah paling nyata dari proses pemindahan Arah Kiblat, dari Masjidil Aqsha ke Masjidil Haram sebagaimana QS. Al-Baqoroh ayat 144. Sebuah fenomena gerak semu tahunan Matahari yang bisa kita jadikan cara paling mudah dan murah untuk menentukan arah Kiblat.

Pada hari-hari dan bulan-bulan ini, kita akan dibantu Allah SWT lewat pancaran cahaya Matahari di siang-sore hari untuk menentukan dimana letak Ka’bah berada, yang puncaknya adalah pada tanggal 28 Mei 2009, dimana posisi Matahari berada tepat di atas koordinat Ka’bah pada jam 12:18 waktu Mekkah atau 16:18 WIB yakni saat Istiwa A’dhom.

Caranya:

  1. Ambil tiang atau kayu atau apa saja yang lurus,
  2. Dirikan kayu di atas sehingga benar-benar vertikal,
  3. Amati bayangan kayu di atas tepat saat Jam Kiblat,
  4. Tandai dengan membuat garis lurus tepat atau sejajar bayangan,
  5. Garis lurus dari bayangan tersebut adalah Arah Kiblat

Berikut Tabel Hari dan Jam Kiblatnya untuk wilayah Surakarta dan sekitarnya:

Tanggal

Jam Kiblat

20/Mei/2009

15:55 ± 5mnt

21/Mei/2009

15:58 ± 5mnt

22/Mei/2009

16:01 ± 5mnt

23/Mei/2009

16:04 ± 5mnt

24/Mei/2009

16:07 ± 5mnt

25/Mei/2009

16:10 ± 5mnt

26/Mei/2009

16:13 ± 5mnt

27/Mei/2009

16:16 ± 5mnt

28/Mei/2009

16:18 ± 5mnt

29/Mei/2009

16:21 ± 5mnt

30/Mei/2009

16:24 ± 5mnt

31/Mei/2009

16:27 ± 5mnt

Tanggal

Jam Kiblat

01/Juni/2009

16:29 ± 5mnt

02/Juni/2009

16:32 ± 5mnt

03/Juni/2009

16:34 ± 5mnt

04/Juni/2009

16:37 ± 5mnt

05/Juni/2009

16:39 ± 5mnt

06/Juni/2009

16:41 ± 5mnt

07/Juni/2009

16:44 ± 5mnt

08/Juni/2009

16:46 ± 5mnt

09/Juni/2009

16:48 ± 5mnt

10/Juni/2009

16:49 ± 5mnt

11/Juni/2009

16:51 ± 5mnt



Sumber: blogcasa.wordpress.com

-

BULAN 1-

Bulan adalah satu-satunya satelit alami Bumi, dan merupakan satelit alami terbesar ke-5 di Tata Surya. Bulan tidak mempunyai sumber cahaya sendiri dan cahaya Bulan sebenarnya berasal dari pantulan cahaya Matahari.

-

ORBIT-

Bulan mengelilingi Bumi

--

BULAN 2

Bulan purnama

-

--

BULAN 3

Bulan setengah purnama

-

-

BULAN 4

Permukaan Bulan yang bopeng

-

-

BULAN 5

Kawah di Bulan

-

-

Jarak rata-rata Bumi-Bulan dari pusat ke pusat adalah 384.403 km, sekitar 30 kali diameter Bumi. Diameter Bulan adalah 3.474 km, sedikit lebih kecil dari seperempat diameter Bumi. Ini berarti volume Bulan hanya sekitar 2 persen volume Bumi dan tarikan gravitasi di permukaannya sekitar 17 persen daripada tarikan gravitasi Bumi. Bulan beredar mengelilingi Bumi sekali setiap 27,3 hari (perode orbit), dan variasi periodik dalam sistem Bumi-Bulan-Matahari bertanggungjawab atas terjadinya fase-fase Bulan yang berulang setiap 29,5 hari (perode sinodik).

-

Massa jenis Bulan (3,4 g/cm³) adalah lebih ringan dibanding massa jenis Bumi (5,5 g/cm³), sedangkan massa Bulan hanya 0,012 massa Bumi.

-

Bulan yang ditarik oleh gaya gravitasi Bumi tidak jatuh ke Bumi disebabkan oleh gaya sentrifugal yang timbul dari orbit Bulan mengelilingi bumi. Besarnya gaya sentrifugal Bulan adalah sedikit lebih besar dari gaya tarik menarik antara grafvitasi Bumi dan Bulan. Hal ini menyebabkan Bulan semakin menjauh dari bumi dengan kecepatan sekitar 3,8cm/tahun.

-

Bulan berada dalam orbit sinkron dengan Bumi, hal ini menyebabkan hanya satu sisi permukaan Bulan saja yang dapat diamati dari Bumi. Orbit sinkron menyebabkan kala rotasi sama dengan kala revolusinya.

-

Di bulan tidak terdapat udara ataupun air. Banyak kawah yang terhasil di permukaan bulan disebabkan oleh hantaman komet atau asteroid. Ketiadaan udara dan air di bulan menyebabkan tidak adanya pengikisan yang menyebabkan banyak kawah di bulan yang berusia jutaan tahun dan masih utuh. Di antara kawah terbesar adalah Clavvius dengan diameter 230 kilometer dan sedalam 3,6 kilometer. Ketidak adaan udara juga menyebabkan tidak ada bunyi dapat terdengar di Bulan.

-

Bulan saat ini adalah satu-satunya benda langit yang pernah didatangi dan didarati manusia.

-

Obyek buatan pertama yang melintas dekat Bulan adalah kendaran luar angkasa milik Uni Sovyet, Luna 1, obyek buatan pertama yang membentur permukaan Bulan adalah Luna 2, dan foto pertama sisi jauh bulan yang tak pernah terlihat dari Bumi, diambil oleh Luna 3, kesemua misi dilakukan pada 1959.

-

Kendaran luar angkasa pertama yang berhasil melakukan pendaratan adalah Luna 9, dan yang berhasil mengorbit Bulan adalah Luna 10, keduanya dilakukan pada tahun 1966.

-

Program Apollo, program misi luar angkasa milik Amerika Serikat, adalah satu-satunya misi berawak yang sampai saat ini telah berhasil melakukan 6 kali pendaratan berawak antara 1969 dan 1972.

-

APOLO 1-

-

APOLO 2-

-

APOLO 3-

-

APOLO 4-

-

APOLO 5-

-

APOLO 6-

-

Fase Bulan

-

Bulan purnama adalah keadaan ketika Bulan nampak bulat sempurna dari Bumi. Pada saat itu, Bumi terletak hampir segaris di antara Matahari dan Bulan, sehingga seluruh permukaan Bulan yang diterangi Matahari terlihat jelas dari arah Bumi.

-

Kebalikannya adalah saat bulan mati, yaitu saat Bulan terletak pada hampir segaris di antara Matahari dan Bumi, sehingga yang terlihat dari Bumi adalah sisi belakang Bulan yang gelap, alias tidak nampak apa-apa.

-

Di antara kedua waktu itu terdapat keadaan bulan separuh dan bulan sabit, yakni pada saat posisi Bulan terhadap Bumi membentuk sudut tertentu terhadap garis BumiMatahari. Pada saat itu, hanya sebagian permukaan Bulan yang disinari Matahari yang terlihat dari Bumi.

-

FASE 1

Bulan mati

-

FASE 2

Bulan sabit

-

-

FASE 3

Bulan separuh

-

-

FASE 4

-

-

FASE 5

Bulan purnama

-

-

FASE 6

.

-

FASE 7-

-

FASE 8-

-

FASE 9-

-

FASE 10-

-

Asal usul Bulan

-

Asal-usul bulan tidak diketahui secara pasti, tetapi ilmuan menemukan bukti besar bahwa Bulan berasal dari tubrukan Bumi dengan planet kecil yang bernama Theira sekitar 3 milyar tahun yang lalu, dan menghasilkan debu yang berjumlah sangat banyak dan mengorbit di sekeliling Bumi dan akhirnya debu mengumpul menjadi Bulan.

-

Pada awalnya jarak bulan pada pertama kali hanya sekitar 30.000 mil atau 15 kali lebih dekat dari jarak Bulan dengan Bumi sekarang. Dari hasil penelitian Bulan menjauh sekitar 3,8 cm per tahunnya. (SUMBER: WIKIPEDIA)



Sumber: iwandahnial.wordpress.com

http://www.rugrag.com/image.axd?picture=Rug-in-Space-Flying-Carpet.jpg




Bukan Aladin saja yang bisa menggunakan karpet terbang, cerita dongeng tersebut kini bisa diwujudkan oleh astronot Jepang, Koichi Wakata. Bahkan, karpet terbang Wakata bisa digunakan di luar angkasa.

Wakata melakukan beragam eksperimen sederhana di luar angkasa seperti melipat pakaian dan menggunakan obat tetes mata. Tentunya mudah jika kegiatan itu dilakukan di bumi. Namun dengan kondisi luar angkasa yang tak bergravitasi, kegiatan itu menjadi tantangan bagi Wakata untuk melakukannya.

Telegraph, Rabu (20/5/2009) melansir, selain melipat pakaian dan menggunakan obat tetes mata, Wakata mencoba berdiri di atas selembar kain sebelum kain itu tergulung masuk ke kabin pesawat luar angkasa milik International Space Station (ISS).

Eksperimen ini dipublikasikan dalam bentuk video yang diposting oleh Japan Aerospace Exploration Agency (Jaxa).

“Akhirnya saya bisa merasakan terbang dengan karpet ajaib. Hal ini menjadi mungkin dengan memanfaatkan pita adhesive sehingga telapak kaki saya bisa berdiri tegak di atas karpet itu,” ujar astronot berusia 45 tahun itu.


Eksperimen yang dilakukan Wakata ini salah satu tantangan yang diberikan oleh masyarakat Jepang. Ide tantangan datang dari mulai siswa sekolah hingga orang lanjut usia. Agen penerbangan luar angkasa telah memilih 16 ide terbaik yang menjadi tantangan bagi para astronot untuk bisa dilakukan di tempat yang tidak bergravitasi tersebut.

Wakata melakukan eksperimen ini di laboratorium uji coba penerbangan luar angkasa Jepang, di ISS pada 15 Maret silam. Rencananya pada April ini Wakata akan melakukan tantangan lainnya, termasuk push up di luar angkasa.

Di Bumi belum pernah mendengar ada mahluk Bumi yaitu manusia meminum air seninya sendiri dalam keadaan sesulit apapun, tetapi tidak demikian dengan mahluk di luar angkasa yang terfoto, mereka adalah para astronot di Stasiun Ruang Angkasa Internasional (ISS) untuk pertama kali minum air hasil daur ulang air seni sendiri.


Para awak menggunakan apa yang disebut Water Recovery System, yaitu alat seharga 250 juta dollar AS. “Kontrol misi NASA memberi air minum dari urine yang telah didaur ulang kepada astronot Ekspedisi 19 di Stasiun Ruang Angkasa Internasional,” bunyi pernyataan NASA, Kamis (21/5).

Komandan Rusia Gennady Padalka, awak Mike Barratt dari Amerika serta Koichi Wakata dari Jepang merayakan keberhasilan uji coba itu dengan meminum bersama-sama air hasil daur ulang itu. “Rasanya luar biasa,” kata Barratt.



Sumber: dedekusn.wordpress.com