Selasa, 26 Mei 2009

Di internet saat ini tengah dibanjiri tulisan yang membahas prediksi suku Maya yang pernah hidup di selatan Meksiko atau Guatemala tentang kiamat yang bakal terjadi pada 21 Desember 2012. Di luar ramalan suku Maya yang belum diketahui dasar perhitungannya, menurut Deputi Bidang Sains Pengkajian dan Informasi Kedirgantaraan, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Bambang S Tedjasukmana, fenomena yang dapat diprakirakan kemunculannya pada sekitar tahun 2011-2012 adalah badai Matahari.

Prediksi ini berdasarkan pemantauan pusat pemantau cuaca antariksa di beberapa negara sejak tahun 1960-an dan di Indonesia oleh Lapan sejak tahun 1975.

Dijelaskan, Sri Kaloka, Kepala Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa Lapan, badai Matahari terjadi ketika muncul flare dan Coronal Mass Ejection (CME). Flare adalah ledakan besar di atmosfer Matahari yang dayanya setara dengan 66 juta kali ledakan bom atom Hiroshima. Adapun CME merupakan ledakan sangat besar yang menyebabkan lontaran partikel berkecepatan 400 kilometer per detik.

Gangguan cuaca Matahari ini dapat memengaruhi kondisi muatan antariksa hingga memengaruhi magnet Bumi, selanjutnya berdampak pada sistem kelistrikan, transportasi yang mengandalkan satelit navigasi global positioning system (GPS) dan sistem komunikasi yang menggunakan satelit komunikasi dan gelombang frekuensi tinggi (HF), serta dapat membahayakan kehidupan atau kesehatan manusia. ”Karena gangguan magnet Bumi, pengguna alat pacu jantung dapat mengalami gangguan yang berarti,” ujar Sri.

Langkah antisipatif

Dari Matahari, miliaran partikel elektron sampai ke lapisan ionosfer Bumi dalam waktu empat hari, jelas Jiyo Harjosuwito, Kepala Kelompok Peneliti Ionosfer dan Propagasi Gelombang Radio. Dampak dari serbuan partikel elektron itu di kutub magnet Bumi berlangsung selama beberapa hari. Selama waktu itu dapat dilakukan langkah antisipatif untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan.

Mengantisipasi munculnya badai antariksa itu, lanjut Bambang, Lapan tengah membangun pusat sistem pemantau cuaca antariksa terpadu di Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa Lapan Bandung. Obyek yang dipantau antara lain lapisan ionosfer dan geomagnetik, serta gelombang radio. Sistem ini akan beroperasi penuh pada Januari 2009 mendatang.

Langkah antisipatif yang telah dilakukan Lapan adalah menghubungi pihak-pihak yang mungkin akan terkena dampak dari munculnya badai antariksa, yaitu Dephankam, TNI, Dephub, PLN, dan Depkominfo, serta pemerintah daerah. Saat ini pelatihan bagi aparat pemda yang mengoperasikan radio HF telah dilakukan sejak lama, kini telah ada sekitar 500 orang yang terlatih menghadapi gangguan sinyal radio.

Bambang mengimbau PLN agar melakukan langkah antisipatif dengan melakukan pemadaman sistem kelistrikan agar tidak terjadi dampak yang lebih buruk. Untuk itu, sosialisasi harus dilakukan pada masyarakat bila langkah itu akan diambil.

Selain itu, penerbangan dan pelayaran yang mengandalkan satelit GPS sebagai sistem navigasi hendaknya menggunakan sistem manual ketika badai antariksa terjadi, dalam memandu tinggal landas atau pendaratan pesawat terbang.

Perubahan densitas elektron akibat cuaca antariksa, jelas peneliti dari PPSA Lapan, Effendi, dapat mengubah kecepatan gelombang radio ketika melewati ionosfer sehingga menimbulkan delai propagasi pada sinyal GPS.

Perubahan ini mengakibatkan penyimpangan pada penentuan jarak dan posisi. Selain itu, komponen mikroelektronika pada satelit navigasi dan komunikasi akan mengalami kerusakan sehingga mengalami percepatan masa pakai, sehingga bisa tak berfungsi lagi.

Saat ini Lapan telah mengembangkan pemodelan perencanaan penggunaan frekuensi untuk menghadapi gangguan tersebut untuk komunikasi radio HF. ”Saat ini tengah dipersiapkan pemodelan yang sama untuk bidang navigasi,” tutur Bambang.

http://jpl.nasa.gov/images/spitzer/20090422/blob-browse.jpg

Sebuah obyek misterius terekam nun jauh di luar angkasa. Para astronom menyebutnya sebagai gelembung primordial yang diberi nama Himiko, diambil dari nama ratu Kerajaan Jepang kuno yang juga sama misteriusnya.

Disebut demikian karena obyek raksasa tersebut terbentuk tak lama setelah alam semesta terbentuk yang diawali dengan Ledakan Besar (Big Bang). Ukurannya sangat besar, berupa gas yang massanya 40 miliar kali massa matahari dan berdiameter setengah kali Galaksi Bima Sakti.

Usianya pun sangat tua sekitar 12,9 miliar tahun cahaya (tahun cahaya setara dengan 9,5 triliun kilometer). Struktur Himiko yang belum terungkap bisa memberi gambaran awal pembentukan galaksi saat alam semesta masih sangat muda dan baru berusia sekitar 800 juta tahun.

“Saya belum pernah mendengar obyek sejenis lainnya yang terbentuk pada jarak sejauh ini,” ujar Masami Ouchi, peneliti dari Carnegie Institution, California, AS. Obyek tersebut mungkin mirip gelembung Lyman-Alpha yang terbentuk antara 2-3 miliar tahun.

Himiko terbentuk di akhir epos reionisasi yang berlangsung antara 200 juta dan satu miliar tahun sejak Big Bang. Saat itu, alam semesta baru saja lahir dan baru membentuk bintang-bintang dan galaksi.

Bentuknya yang seperti gelembung mungkin berupa gas terionisasi yang mengelilingi lubang hitam raksasa supermasif atau kumpulan gas dingin. Namun, bisa jadi Himiko merupakan hasil tabrakan dua galaksi muda yang menyatu, galaksi tunggal raksasa, atau lokasi pembentukan bintang yang sangat aktif.

Himiko pertama kali terekam menggunakan teleskop Subaru di Hawaii tahun 2007. Ouchi dan timnya kemudian melakukan pengamatan lebih seksama menggunakan instrument spektrografi Keck/DEIMOS dan Magellan/IMACS. Dari pengamatan tersebut, terdeteksi kandungan hidrogen terionisasi, jarak, dan umur obyek misterius tersebut.

“Kami berencana melakukan pengamatan inframerah dengan teleskop ruang angkasa Hubble untuk memastikan, apakah ada ciri-ciri penggabungan obyek-obyek atau tidak,” ujar Ouchi. Namun, hal tersebut baru dapat dilakukan seusai Hubble diperbaiki dalam misi penerbangan pesawat ulang alik Atlantis yang dijadwalkan bulan depan.

http://www.telegraph.co.uk/telegraph/multimedia/archive/01384/lunar_oasis_1384907c.jpg

Sesuatu hal yang mustahil dilakukan jika bercocok tanam dilakukan di luar angkasa yang mempunyai kadar udara yang tipis. Namun, peneliti dari Amerika Serikat (AS) berhasil mewujudkan itu semua.

Adalah perusahaan Paragon Space Development Coorporation yang bekerjasama dengan NASA menciptakan sebuah alat yang dapat membuat tanaman bisa berkembang, meski dalam keadaan udara, air, dan matahari yang sedikit.

Alat berbentuk tabung yang disebut dengan Lunar Oasis tersebut, tengah diuji cobakan dengan menanam sebuah bunga. Hingga saat ini, bunga yang ditanam dalam sebuah tabung itu, sukses tumbuh dan berkembang. Demikian yang dilansir AFP, Kamis (16/4/2009).

Jika memang mampu mengembangkan dalam jumlah yang sangat besar, para ilmuwan berharap suatu saat astronot dapat menanam sayuran dan buah-buahan segar di Bulan, layaknya sedang berada di Bumi. “Penelitian ini memakan waktu lama untuk mendapatkan hasil terpadu, yang efisien serta handal,” ungkap Presiden Paragon Jane Poynter.
Baik Paragon dan NASA, Lunar Oasis baru benar-benar bisa diterbangkan ke antarikasa jika memang sudah sempurna. Dan mereka memperkirakan Lunar Oasis akan terbang ke luar angkasa, paling cepat pada tahun 2012 mendatang.

http://file2shared.files.wordpress.com/2009/05/bintang-mutiara.jpg?w=298&h=225


Supernova yang diberi nama 1987A tersebut sudah diketahui sejak dua dekade lalu. Namun, bentuknya yang unik tersebut baru terungkap setelah dipotret Hubble pada Desember 2006 lalu.

Di bagian dalam lingkaran berwarna merah muda mungkin materi yang tertinggal saat ledakan dahsyat terjadi. Sementara bagian yang menyala terang di sekelilingnya merupakan lapisan terluar materi yang dipancarkan bintang saat memasuki masa-masa sekarat.

Saat bintang kehabisan energi, terjadi ledakan raksasa dan menghasilkan gelombang kejut yang memanaskan bagian terluar materi tersebut. Hal inilah yang membuat lingkaran terluar menyala terang. Uniknya, bagian terluar yang berpendar membentuk bulatan-bulatan mirip mutiara.



Sumber: file2shared.files.wordpress.com

http://file2shared.files.wordpress.com/2009/05/bintang-tanda-tanya.jpg?w=298&h=225

Teleskop ini menunjukkan sekelompok kumpulan bintang yang beriteraksi satu dengan lain. Gambar tersebut dikeluarkan untuk memperingati 19 tahun peluncuran Hubble.

Pancuran kosmik bintang, gas, serta debu tersebut disebut oleh Badan Antariksa AS (NASA) sistem Arp 194. Cahaya oranye pada bagian atas diyakini sebagai hamparan galaksi yang berada pada proses menyatu dalam satu himpunan kelompok bintang.

Pada bagian bawah kumpulan bintang, terdapat daerah dengan warna biru cerah yang merupakan arus klaster bintang ’super’. Klaster ini disebut NASA sebagai pancuran kumpulan bintang muda. Gambar berupa ‘titik’ di bagian paling bawah dari wujud kumpulan bintang yang menyerupai tanda tanya itu merupakan galaksi spiral tunggal.

Sejak diluncurkan pada 25 April 1990, Hubble telah melakukan lebih dari 880.000 observasi dan mendokumentasikan 570.000 gambar lebih dari 29.000 obyek ruang angkasa. Posisi Hubble di luar atmosfer bumi memungkinkannya mengabadikan gambar hampir tanpa ada gangguan pencahayaan.

Bulan depan, pesawat ulang-alik ruang angkasa Atlantis yang mengangkut perlengkapan mekanik diluncurkan untuk mengadakan perawatan Hubble yang masih dioperasikan hingga 5 tahun mendatang. Pengganti Hubble, James Webb, baru diluncurkan pada 2013.

Sumber: file2shared.wordpress.com

http://majalahsekolah.files.wordpress.com/2009/05/0809244p.jpg?w=298&h=225

Satelit Swift milik Badan Penerbangan dan Antariksa AS (NASA) merekam obyek tertua dan terjauh yang berhasil terekam sejauh ini. Obyek tersebut berupa ledakan energi dari sebuah bintang yang mati.

Keberadaan obyek tersebut terdeteksi pertama kali pada 23 April lalu. Swift merekam pancaran sinar gamma yang diperkirakan dari ledakan yang menghasilkan radiasi tinggi.

Stasiun Bumi kemudian diarahkan untuk mengamati cahaya pendar di sekitarnya yang terbentuk sebagai hasil radiasi. Ledakan tersebut hanya berlangsung sekitar 10 detik dan terjadi pada 630 juta tahun sejak alam semesta diperkirakan terbentuk.

Hasil perhitungan menunjukkan cahaya pendar yang terekam telah menjelajahi antariksa selama 13,1 miliar tahun cahaya hingga terekam saat ini. Usia obyek tersebut lebih tua dari rekor obyek tertua sebelumnya, 100-200 ratus juta tahun.

Pakar astrofisika NASA, Neil Gehrels, menyatakan, ledakan bintang mati tersebut akan menghasilkan lubang hitam. Umur bintang itu sendiri diperkirakan sejuta tahun dan ukurannya 30 kali Matahari saat meledak.
WAH
Sumber : AP

Majalah New Scientist Inggris melaporkan, astronom Italia percaya bahwa planet di luar sistem tata surya, telah melihat tanda-tanda adanya air, ini adalah temuan penting yang menciptakan hal baru.

Lembaga riset dari Cosmowetche, pusat penelitian ilmiah planet dan alam semesta Roma menggunakan sebuah teleskop radio yang berukuran 32 meter di sekitar Bologna, mencari fenomena radioaktivitas gelombang mikro yang menurut prediksi akan ada sistem bintang atau yang disebut 17 bintang dari awan kosmos. Hasilnya menemukan ada 3 sistem bintang yang sangat jauh bisa menghasilkan radioaktivitas ini.

Ketiga bintang ini, berada di sekitar Andromeda yang jaraknya dengan bumi kurang lebih 50 tahun cahaya, adalah terbentuk dari gas yang tiada henti berkeliling, tidak sama dengan susunan bebatuan bumi. Dua planet yang jarak peredarannya lebih dekat dengan bumi, satelit yang mengelilinginya mempunyai tanda-tanda adanya air. Dua planet tersebut, yang satu adalah Epsilon Eridani yang jaraknya 10 tahun cahaya dengan bumi, dan bintang pendek merah Lalande 21185 yang jaraknya 8 tahun cahaya dengan bumi.

Astronom yang khusus meneliti planet di luar sistem tata surya, menyatakan dengan seksama dan optimis terhadap hasil penelitian Cosmowetche tersebut di atas. Marxy dari Universitas California, mengatakan bahwa jika hasil ini nyata, maka benar-benar membuat orang terkejut.(erabaru.or.id)